Minggu, 31 Maret 2013

Person Centered Therapy


Person-centered therapy dikembangkan oleh Carl Rogers. Ini jenis terapi menyimpang dari pandangan tradisional terapis sebagai ahli dan bergerak bukan ke arah pendekatan non-direktif yang diwujudkan teori aktualisasi kecenderungan. Teori mewujudkan kecenderungan mengatakan manusia memiliki potensi untuk menemukan realisasi kemampuan pribadi mereka sendiri. Landasan ini metode terapi ini berasal dari keyakinan bahwa setiap manusia berusaha untuk menemukan kepuasan mereka sendiri dan pemenuhan potensi sendiri. Carl R. Rogers menyatakan bahwa, "Individu memiliki dalam diri mereka sendiri sumber daya yang luas untuk pemahaman diri dan untuk mengubah diri mereka-konsep, sikap dasar, dan self-directed perilaku, sumber daya tersebut dapat dimanfaatkan jika iklim didefinisikan sikap psikologis fasilitatif dapat diberikan "(dari Carl R. Rogers. Cara Menjadi Boston: Houghton Mifflin,. 1980, hal.115-117).

Rogers mengidentifikasi enam faktor utama yang merangsang pertumbuhan dalam individu. Dia menyarankan bahwa ketika kondisi ini terpenuhi, orang akan tertarik ke arah pemenuhan potensi konstruktif. Menurut teori Rogerian, enam faktor yang diperlukan untuk pertumbuhan adalah:
1. Terapis-Klien Kontak Psikologis: harus ada hubungan yang berbeda dan dikenali antara terapis dan klien dan harus divalidasi oleh kedua belah pihak.
2. Klien ketidaksesuaian, atau Kerentanan: klien rentan terhadap ketakutan dan kecemasan yang mencegah mereka meninggalkan hubungan atau situasi dan bahwa ada bukti yang jelas tentang ketidaksesuaian antara apa yang klien menyadari dan pengalaman aktual.
3. Therapist Kongruensi, atau keaslian: terbukti bahwa terapis diinvestasikan dalam hubungan dengan klien untuk tujuan penyembuhan. Terapis benar-benar tertarik dalam pemulihan mereka dan dapat mengakses pengalaman mereka sendiri sebagai bantuan dalam proses pemulihan.
4. Terapis Regard Positif Unconditional (UPR): ada unsur yang mengungguli semua orang lain, dan itu adalah unsur penerimaan tanpa syarat. Dengan menyediakan platform keterbukaan dan penerimaan, klien dapat mulai untuk menghilangkan persepsi miring mereka sendiri bahwa mereka dikumpulkan dari orang lain.
5. Therapist pemahaman empatik: klien merasa empati asli dari terapis berkaitan dengan konstruk internal mereka dan persepsi. Ini perasaan empati membantu memperkuat perasaan cinta tanpa syarat.
6. Persepsi Klien: persepsi hal positif tanpa syarat dan penerimaan empatik lengkap dan pemahaman yang dirasakan oleh klien, jika bahkan hanya sedikit.


Tujuan utama pendekatan person-centered therapy adalah untuk menciptakan iklim yang kondusif sebagai usaha untuk membantu konseli menjadi pribadi yang utuh, yaitu pribadi yang mampu memahami kekurangan dan kelebihan dirinya dirinya. Tidak ditetapkan tujuan khusus dalam pemdekatan person-centered, sebab konselor digambarkan memiliki kepercayaan penuh pada konseli untuk menentukan tujuan-tujuan yang ingin dicapainya dari dirinya sendiri.
Secara lebih terperinci, tujuan konseling person-centered adalah :
  • Membantu konseli untuk menyadari kenyataan yang terjadi terhadap dirinya
  • Membantu konseli untuk membuka diri terhadap pengalaman-pengalaman baru
  • Menumbuhkan kepercayaan diri konseli
  • Membantu konseli membuat keputusan sendiri
  • Membantu konseli menyadari bahwa manusia tumbuh dalam suatu proses
Kelebihan Dan Kekurangan Person Centered Therapy
Kelebihan dari terapi ini klien memiliki pengalaman positif dalam terapi ketika mereka fokus dalam menyelesaiakan masalahnya dan dapat mengekpresikan dirinya secara penuh ketika mereka mendengarkan dan tidak dijustifikasi. Kekurangannya: Sulit bagi therapist untuk bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal dan terapi menjadi tidak efektif ketika konselor terlalu non-direktif dan pasif.




Sumber :
Feist, Jess  & Gregory J, Fest. (2011). Teori kepribadian, edisi 7 buku 2. Jakarta : Salemba Humanika.
Surya, Prof. DR. H. Mohamad. (2003). Teori-teori konseling. Bandung : Pustaka Bani Quraisy

Terapi Humanistik Eksistensial

Humanistik Eksistensial
Istilah psikologi humanistik (Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force). Terapi humanisitik-eksistensial juga lebih memusatkan perhatian pada apa yang dialami klien pada masa sekarang “disini dan kini” dan bukan masa lampau. Ada persamaan antara terapi psikodinamik dengan terapi-terapi humanistic eksistensial yaitu kaduanya meyakini pada peristiwa masa lampau dapat mempengaruhi tingkah laku dan perasaan individu sekarang dan keduanya juga berusaha meningkatkan pemahaman diri dan kesadaran diri klien. Salah satu terapi humanistik eksistensial adalah terapi client centered therapy/ person centered therapy oleh Carl Rogers pada tahun 1942.
 Dalil-Dalil Humanistik Eksistensial
  •      Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari diri yang menjadikan dirinya mampu melampaui situasi sekarang dan membentuk basis bagi aktivitas-aktivitas berpikir dan memilih yang khas manusia. Kesadaran diri itu membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Manusia bisa tampil di luar diri dan berefleksi atas keberadaannya. Pada hakikatnya, semakin tinggi kesadaran diri seseorang, maka ia semakin hidup sebagai pribadi yang utuh. Tanggung jawab berlandaskan kesanggupan untuk sadar. Dengan kesadaran, seseorang bisa menjadi sadar atas tanggung jawabnya untuk memilih. Peningkatan kesadaran diri yang mencakup kesadaran atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, faktor-faktor yang membentuk pribadi dan atas tujuan-tujuan pribadi adalah tujuan terapi.
  •       Kebebasan dan tanggung jawab
Manusia adalah makhluk yang menentukan diri, dalam arti bahwa dia memiliki kebebasan untuk memilih di antara altematif-altematif. Karena manusia pada dasamya bebas, maka dia harus bertanggung jawab atas pengarahan hidup dan penentuan nasibnya sendiri. Pendekatan eksistensial meletakkan kebebasan, determinasi diri, keinginan, dan putusan pada pusat keberadaan manusia. Pandangan eksistensial adalah bahwa individu, dengan putusan-putusannya, membentuk nasib dan mengukir keberadaannya sendiri. Seseorang menjadi apa yang diputuskannya, dan dia harus bertanggung jawab atas jalan hidup yang ditempuhnya. Tugas terapis adalah mendorong klien untuk belajar menanggung risiko terhadap akibat penggunaan kebebasannya. Yang jangan dilakukan adalah melumpuhkan klien dan membuatnya bergantung secara neurotik pada terapis. Terapis perlu mengajari klien bahwa dia bisa mulai membuat pilihan meskipun terapis boleh jadi telah menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk melarikan diri dari kebebasan memilih.
  •       Keterpusatan dan kebutuhan akan orang lain
Setiap individu memiliki kebutuhan untuk memelihara keunikan tetapi pada saat yang sama ia memiliki kebutuhan untuk keluar dari dirinya sendiri dan untuk berhubungan dengan orang lain serta dengan alam. Kegagalan dalam berhubungan dengan orang lain dan dengan alam menyebabkan ia kesepian dan mengalami keterasingan. Kita masing-masing memiliki kebutuhan yang kuat untuk menemukan suatu diri, yakni menemukan identitas pribadi kita. Akan tetapi, penemuan siapa kita sesungguhnya bukanlah suatu proses yang otomatis, ia membutuhkan keberanian. Secara paradoksal kita juga memiliki kebutuhan yang kuat untuk keluar dari keberadaan kita. Kita membutuhkan hubungan dengan keberadaan-keberadaan yang lain. Kita harus memberikan diri kita kepada orang lain dan terlibat dengan mereka. Usaha menemukan inti dan belajar bagaimana hidup dari dalam memerlukan keberanian. Kita berjuang untuk menemukan, untuk menciptakan, dan untuk memelihara inti dari ada kita. Salah satu ketakutan terbesar dari para terapis adalah bahwa mereka akan tidak menemukan diri mereka. Mereka hanya menganggap bahwa mereka bukan siapa-siapa. Para terapis eksistensial bisa memulai dengan meminta kepada para kliennya untuk mengakui perasaannya sendiri. Sekali terapis menunjukan keberanian untuk mengakui ketakutannya, mengungkapkan ketakutan dengan kata-kata dan membaginya, maka ketakutan itu tidak akan begitu menyelubunginya lagi. Untuk mulai bekerja bagi terapis adalah mengajak klien untuk menerima cara-cara dia hidup di luar dirinya sendiri dan mengeksplorasi cara-cara untuk keluar dari pusatnya sendiri. Kebutuhan akan diri berkaitan dengan kebutuhan menjalani hubungan yang bermakna dengan orang lain. Jika kita hidup dalam isolasi dan tidak memiliki hubungan yang nyata dengan orang lain maka kita mengalami perasaan terabaikan, terasingkan, dan terkucilkan.
  •        Pencarian makna
Salah satu karakteristik yang khas pada manusia adalah perjuangannya untuk merasakan arti dan maksud hidup. Manusia pada dasarnya selalu dalam pencarian makna dan identitas pribadi. Biasanya konflik-konflik yang mendasari sehingga membawa orang-orang ke dalam konseling adalah dilema-dilema yang berkisar pada pertanyaan-pertanyaan eksistensial: Mengapa saya berada? Apa yang saya inginkan dari hidup? Apa maksud dan makna hidup saya? Terapi eksistensial bisa menyediakan kerangka konseptual untuk membantu klien dalam usahanya mencari makna hidup. Tugas terapis dalam proses terapi adalah membantu klien dalam menciptakan suatu sistem nilai berlandaskan cara hidup yang konsisten dengan caraada-nya klien. Terapis harus menaruh kepercayaan terhadap kesanggupan klien dalam menemukan sistem nilai yang bersumber pada dirinya sendiri dan yang memungkinkan hidupnya bermakna. Klien tidak diragukan lagi akan bingung dan mengalami kecemasan sebagai akibat tidak adanya nilai-nilai yang jelas. Kepercayaan terapis terhadap klien adalah variabel yang penting dalam mengajari klien agar mempercayai kesanggupannya sendiri dalam menemukan sumber nilai-nilai baru dari dalam dirinya.
  •       Kecemasan sebagai syarat hidup
Kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia. Kecemasan tidak perlu merupakan sesuatu yang patologis, sebab ia bisa menjadi suatu tenaga motivasi yang kuat untuk pertumbuhan. Kecemasan adalah akibat dari kesadaran atas tanggung jawab untuk memilih. Kebanyakan orang mencari bantuan profesional karena mereka mengalami kecemasan atau depresi. Banyak klien yang memasuki kantor konselor disertai harapan bahwa konselor akan mencabut penderitaan mereka atau setidaknya akan memberikan formula tertentu untuk mengurangi kecemasan mereka. Terapis yang berorientasi eksistensial, bagaimanapun, bekerja tidak semata-mata untuk menghilangkan gejala-gejala atau mengurangi kecemasan. Sebenarnya, terapis eksistensial tidak memandang kecemasan sebagai hal yang tak diharapkan. Ia akan bekerja dengan cara tertentu sehingga untuk sementara klien bisa mengalami peningkatan taraf kecemasan.
  •       Kesadaran atas kematian dan non-ada
Kesadaran atas kematian adalah kondisi manusia yang mendasar yang memberikan makna kepada hidup. Kematian memberikan makna kepada keberadaan manusia. Jika kita tidak akan pernah mati, maka kita bisa menunda tindakan untuk selamanya. Akan tetapi, karena kita terbatas, apa yang kita lakukan sekarang memiliki arti khusus. Yang menentukan kebermaknaan hidup seseorang bukan lamanya, melainkan bagaimana orang itu hidup.
  •       Perjuangan untuk aktualisasi diri
Manusia berjuang untuk aktualisasi diri, yakni kecenderungan untuk menjadi apa saja yang mereka mampu. Setiap orang memiliki dorongan bawaan untuk menjadi seorang pribadi, yakni mereka memiliki kecenderungran kearah pengembangan keunikan dan ketunggalan, penemuan identitas pribadi, dan perjuangan demi aktualisasi potensi-potensinya secara penuh. Jika seseorang mampu mengaktualkan potensi-potensinya sebagai pribadi, maka dia akan mengalami kepuasan yang paling dalam yang bisa dicapai oleh manusia. Beberapa ciri pada orang-orang yang mengaktualkan diri itu adalah: kesanggupan menoleransi dan bahkan menyambut ketidaktentuan dalam hidup mereka, penerimaan terhadap diri sendiri dan orang lain, kespontanan dan kreatifitas, kebutuhan akan privacy dan kesendirian, otomoni, kesanggupan menjalin hubungan interpersonal yang mendalam dan intens, perhatian yang tulus terhadap orang lain, rasa humor, keterarahan kepada diri sendiri (kebalikan dari kecenderungan untuk hidup berdasarkan pengharapan orang lain), dan tidak adanya dikotomi-dikotomi yang artifisial (seperti kerja-bermain, cinta-benci, lemah-kuat).

Tujuan Terapi    
  • Agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi dasar atas
    keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan
    bertindak berdasarkan kemampuannya.
  •  Meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihan
    nya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.
  • Membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan
    memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban
    kekuatan-kekuatan deterministik di luar dirinya.

Fungsi dan Peran Terapis
  • Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi.
  •  Menyadari peran dari tanggung jawab terapis.
  • Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik.
  •  Berorientasi pada pertumbuhan.
  • Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi.
  •  Mengakui bahwa putusan dan pilihan akhir terletak ditangan klien.
  •  Memandang terapis sebagai model, dalam arti bahwa terapis dengan gaya hidup dan pandangan humanistiknya tentang manusia secara implisit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif.
  • Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan dan untuk
    Mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
  • Bekerja ke arah mengurangi ketergantungan serta meningkatkan
    kebebasan klien.

Kelebihan Dan Kekurangan Terapi Humanistik Eksistensial
Kelebihan dari terapi ini, yaitu : dapat digunakan bagi klien yang mengalami kekurangan dalam perkembangan dan kepercayaan diri dan adanya kebebasan klien untuk mengambil keputusan sendiri. Sedangkan kekurangannya : tidak memiliki teknik yang tegas, terlalu percaya pada kemampuan klien dalam mengatasi masalahnya (keputusan ditentukan oleh klien sendiri) dan pelaksanaannya memakan waktu yang lama.





sumber :
http://www.psychologymania.com/2011/09/psikologi-eksistensial.html
Corey, Gerald. (1988). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Eresco.


TERAPI PSIKOANALISIS

Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan para pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia. Sigmund Freud sendiri dilahirkan di Moravia pada tanggal 6 Mei 1856 dan meninggal di London pada tanggal 23 September 1939. Pada mulanya istilah psikoanalisis hanya dipergunakan dalam hubungan dengan Freud saja, sehingga "psikoanalisis" dan "psikoanalisis" Freud sama artinya. Bila beberapa pengikut Freud dikemudian hari menyimpang dari ajarannya dan menempuh jalan sendiri-sendiri, mereka juga meninggalkan istilah psikoanalisis dan memilih suatu nama baru untuk menunjukan ajaran mereka. Contoh yang terkenal adalah Carl Gustav Jung dan Alfred Adler, yang menciptakan nama “psikologi analitis” (en: Analitycal psychology) dan “psikologi individual” (en: Individual psychology) bagi ajaran masing-masing.
Psikoanalisis memiliki tiga penerapan :
  1. suatu metoda penelitian dari pikiran.
  2. Suatu ilmu pengetahuan sistematis mengenai perilaku manusia.
  3. suatu metoda perlakuan terhadap penyakit psikologis atau emosional.
Dalam cakupan yang luas dari psikoanalisis ada setidaknya 20 orientasi teoretis yang mendasari teori tentang pemahaman aktivitas mental manusia dan perkembangan manusia. Berbagai pendekatan dalam perlakuan yang disebut "psikoanalitis" berbeda-beda sebagaimana berbagai teori yang juga beragam. Psikoanalisis Freudian, baik teori maupun terapi berdasarkan ide-ide Freud telah menjadi basis bagi terapi-terapi moderen dan menjadi salah satu aliran terbesar dalam psikologi. Sebagai tambahan, istilah psikoanalisis juga merujuk pada metoda penelitian terhadap perkembangan anak.
Fungsi dan Peran Terapis
Terapis/analis membiarkan dirinya anonim serta hanya berbagi sedikit perasaan dan pengalaman sehingga klien memproyeksikan dirinya kepada terapis/analis.
Peran terapis:
  • membantu klien dalam mencapai kesadaran diri kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal dalam menangani kecemasan secara realistis,
  • membangun hubungan kerja dengan klien dengan banyak mendengar dan menafsirkan,
  • terapis memberikan perhatian khusus pada penolakan-penolakan klien,
  • mendengarkan kesenjangan-kesenjangan dan pertentangan-pertentaengan pada cerita kli
Metode yang digunakan dalam terapi psikoanalisis/psikoanalisa
1. Hipnotis
Awal kemunculan hipnotis diperkirakan sekitar tahun 1700-an, ketika itu, seorang dokter Wina bernama Franz Anton Mesmer memperlihatkan suatu teknik animal magnetism, tapi kemudian berubah menjadi hipnotisme karena penekanan dari teknik tersebut dialihkan untuk menimbulkan suatu keadaan kesadaran yang berubah melalui sugesti verbal. Pada abad ke-19, Jean-Martin Charcot, seorang dokter Prancis yang hidup sekitar tahun 1825-1893 itu melihat hipnotis sebagai cara untuk membantu orang-orang supaya menjadi santai. Pada tahun yang tidak diketahui, di Paris, Charcot melakukan eksperimen dengan menggunakan hipnotis untuk menangani hysteria, yaitu suatu kondisi di mana seseorang mengalami kelumpuhan atau mati rasa yang tidak dapat dijelaskan oleh pelbagai macam penyebab fisik.
2. Asosiasi Bebas
Free Association, buku karangan Bollas (2002) yang kemudian dialihbahasakan  ke dalam bahasa Indonesia oleh Winarno (2003) menjadi ‘Asosiasi Bebas’ merupakan acuan utama dalam menjabarkan hal ihwal asosiasi bebasnya Freud. Dalam buku setebal seratus halaman tersebut, asosiasi bebas secara sederhana didefinisikan sebagai bicara bebas, yaitu sesuatu yang tidak lebih dari berbicara tentang apa yang terlintas dalam pikiran, beralih dari satu topik menuju topik lain dalam suatu urutan yang bergerak bebas serta tidak mengikuti agenda tertentu.
3. Analisis Mimpi
Mimpi, dipercaya Freud sebagai “jalan yang sangat baik menuju ketaksadaran”. Hal tersebut didasari kepercayaan Freud bahwa mimpi itu perwujudan dari materi atau isi yang tidak disadari, yang memasuki kesadaran lewat yang tersamar. Dalam hal ini, mimpi mengandung muatan manifes atau manifest content dan content latent atau  muatan laten. Yang disebut pertama merupakan materi mimpi yang dialami dan dilaporkan. Sedangkan yang disebut kemudian, ialah materi bawah sadar yang disimbolisasikan atau diwakili oleh mimpi.
4. Transferensi
Dalam psikoanalitik Freud, transferensi berarti proses pemindahan emosi-emosi yang terpendam atau ditekan sejak awal masa kanak-kanak oleh pasien kepada terapis. Transferensi dinilai sebagai alat yang sangat berharga bagi terapis untuk menyelidiki ketaksadaran pasien karena alat ini mendorong pasien untuk menghidupkan kembali pelbagai pengalaman emosional dari tahun-tahun awal kehidupannya.
5. Penafsiran
Penafsiran itu sendiri adalah penjelasan dari psikoanalis tentang makna dari asosiasi-asosiasi, berbagai mimpi, dan transferensi dari pasien. Sederhananya, yaitu setiap pernyataan dari terapis yang menafsirkan masalah pasien dalam suatu cara yang baru. Penafsiran oleh analis harus memperhatikan waktu. Dia harus dapat memilah atau memprediksi kapan waktu yang baik dan tepat untuk membicarakan penafsirannya kepada pasien.
Adapun tujuan dari metode terapi psikoanalisa/psikoanalisis ini antara lain:
  1. Membentuk kembali struktur karakter individu dengan cara  membuat kesadaran yang tidak disadari di dalam diri klien
  2. Fokus pada upaya mengalami kembali pengalaman masa anak-anak klien
Kelebihan Dan Kekurangan Terapi Psikoanalisis
Kelebihan dari terapi psikoanalisis adalah memiliki dasar teori yang kuat, terapis bisa lebih mengetahui masalah pada diri klien, karena prosesnya dimulai dari mencari tahu pengalaman-pengalaman masa lalu pada diri klien dan bisa membuat klien mengetahui masalah apa yang selama ini tidak disadarinya. Sedanagkan kekurangan dari terapi psikoanalisis ini dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk melaukan terapi sehingga bisa membuat klien jenuh dan memakan biaya yang banyak bagi klien.






sumber :
indryawati.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/21332/TERAPI+PSIKOANALISIS.doc
http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2010/12/27/terapi-psikoanalitik/